FAJERRMAIDSOLUTIONS — Jakarta – Bank Indonesia (BI) menanggapi proyeksi ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 dan 2026 akan berada di bawah 5 persen.
BI menegaskan masih terdapat ruang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan stabilitas nilai tukar dan inflasi.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Firman Mochtar, mengatakan perbedaan proyeksi dengan AMRO merupakan hal wajar karena masing-masing lembaga memiliki asumsi tersendiri.
Mereka pasang di bawah 5 persen, ya gapapa mereka kan punya asumsi-asumsi. Kita juga punya asumsi. Dan asumsi itulah yang menempatkan proyeksi kami pada level 4,6 sampai dengan 5,4 persen,” kata Firman dalam Taklimat Media di kantor Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Firman menegaskan, BI akan terus mendorong permintaan domestik sebagai bantalan utama di tengah perlambatan ekonomi global. Ia menyebut pelonggaran kebijakan moneter dan likuiditas makroprudensial sebagai instrumen utama untuk menjaga momentum pertumbuhan.
“Kita dorong semaksimal mungkin melalui berbagai upaya pelonggaran dari kebijakan moneter. Dukungan kebijakan likiditas makroprudensial kita lakukan,” ujarnya.
Inflasi Rendah dan Kurs Stabil
BI melihat stabilitas ekonomi nasional masih terjaga. Inflasi berada dalam target 1,5 hingga 3,5 persen, bahkan diperkirakan turun ke bawah 2,5 persen dalam waktu dekat. Selain itu, nilai tukar rupiah dinilai relatif stabil. Kondisi ini membuka ruang bagi penurunan suku bunga acuan, apabila diperlukan.
“Inflasinya ada targetnya kan? Targetnya 1,5 sampai dengan 3,5 persen. Sekarang kami meyakini inflasi ke depan itu akan turun di bawah 2,5 persen,” ujarnya.
Firman menegaskan bahwa seluruh kebijakan makroekonomi yang ditempuh BI bertujuan mendukung kesejahteraan masyarakat. Caranya dengan menjaga pertumbuhan ekonomi yang sehat, inflasi yang rendah, serta nilai tukar yang stabil.
Pengaruh Tarif Trump
Lebih lanjut, di tengah ketidakpastian global akibat kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi perhitungan ekonomi nasional.
Ia menilai setiap kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah AS kini langsung berdampak pada volatilitas ekonomi global, termasuk ke Indonesia.
“Secara umum memang ketidakpastian global menurut bacaan yang lalu masih tinggi, termasuk dipengaruhi oleh bagaimana perkembangan tarif yang dilakukan oleh Presiden Trump,” ujarnya.
Oleh karena itu, Bank Indonesia mengaku terus melakukan perhitungan-perhitungan mendetail atas perkembangan kebijakan tarif tersebut. Ketidakpastian yang tinggi membuat stabilitas ekonomi global sulit diprediksi, terutama ketika kebijakan berubah dalam waktu yang sangat singkat.